TUGAS
PROSA BALI
(Analisis
Karya Sastra Cerpen “Cetik”)
Oleh
:
Nama
: Ida Ayu Made Pariamantari
Kelas
: III C / Bahasa Daerah
NIM
: 2011.II.2.0091
Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Bali
Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS)
Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
bab pendahuluan ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu : (1) latar belakang,
(2) rumusan masalah, (3) manfaat, dan (4) ruang lingkup.
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman
kebudayaan daerah merupakan aset kebudayaan nasional, karena kebudayaan
nasional adalah perpaduan dari sari-sarinya kebudayaan daerah. Masing-masing
daerah tentu mempunyai kebudayaan yang bermutu tinggi. Dalam rangka pembinaan
dan pengembangan pada masyarakatnya, perlu adanya suatu kajian terhadap
kebudayaan daerah Bali tersebut yang salah satunya adalah karya sastra Bali
modern dalam bentuk Prosa bali anyar (cerpen). Cerpen adalah suatu cerita yang
mengisahkan tentang sebagian kecil dari kehidupan manusia sehari-hari.
Keberadaan cerpen sebagai salah satu karya sastra diperkirakan muncul sekitar
tahun 1970-an. Sebagian besar diantaranya merupakan hasil sayembara.
Cerpen-cerpen pada babak permulaan dibuat atas dasar “mencoba-coba” dengan
memadukan tradisi bercerita Bali dengan gaya bercerita dalam bahasa Indonesia.
Dalam hal gaya, cerpen sastra Bali dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
cerpen dari pengarang yang berfungsi ganda (selain mengarang dalam bahasa Bali,
juga mengarang dalam bahasa Indonesia), jelas sekali menunjukkan adanya
pengaruh struktur cerpen Indonesia. Sebaliknya dari pengarang yang berfungsi
tunggal (hanya mengarang dalam bahasa Bali), lahirlah cerpen yang sangat dipengaruhi
oleh gaya bercerita Bali.
Jadi,
yang disebut cerpen Bali modern adalah suatu karangan cerita Bali yang tidak
ada dalam karya sastra Bali klasik atau sastra tutur. Cerpen ini merupakan
karangan yang ditulis berdasarkan keadaan “masa kini” dengan bentuk cerita yang
pendek, meniru bentuk cerpen dalam sastra Indonesia. Adapun contoh cerpen Bali
modern tersebut antara lain : Katemu Ring Tampaksiring, Ni Luh Sari, Bajang
Kota, Relawan, bajang bunga, Cetik dan masih banyak lagi yang lainnya. Pada
kesempatan ini penulis akan menganalisis cerpen yang berjudul Cetik karya Putu Dessy
Savitri Dewi dengan menitikberatkan pada segi struktur instrinsiknya yang
terkandung di dalamnya.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang tersebut, dapat dipetik permasalahan berkenaan dengan
analisis ini, yaitu :
1. Bagaimanakah
struktur unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen Cetik?
1.3
Manfaat
Dengan
menganalisis cerpen tersebut kita dapat belajar lebih banyak bagaimana cara
menganalisis suatu karya sastra, salah satunya menganalisis cerpen.
.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang
lingkup yang dimaksud adalah untuk membatasi ruang atau gerak dari analisis
ini, sehingga terhindar dari penafsiran di luar dari kajian yang dilaksanakan.
Oleh karena itu, pembahasan topik kajian ini dibatasi pada struktur instrinsik
dalam cerpen Cetik, yang meliputi : (1) Sinopsis, (2) alur atau plot,
(3) insiden, (4) tokoh, (5) penokohan (perwatakan), (6) latar (setting),
(7) tema, dan (8) amanat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Struktur Instrinsik dalam Cerpen Cetik
Pada
bagian ini akan diuraikan berbagai masalah yang meliputi : (1) Sinopsis, (2)
alur atau plot, (3) insiden, (4) tokoh, (5) penokohan (perwatakan), (6) latar
(setting), (7) tema, dan (8) amanat.
2.1.1 Sinopsis
Sinopsis merupakan ringkasan
cerita cerpen. Ringkasan cerpen adalah bentuk pemendekan dari sebuah cerpen
dengan tetap memperhatikan unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut. membuat
Sinopsis merupakan suatu cara yang efektif untuk menyajikan cerita yang panjang
dalam bentuk yang singkat.
Berikut
ini sinopsis dari cerpen Cetik :
I
Buda adalah teman dekat saya yang kini menjadi seorang pejabat karena
kepintaran dan kejujurannya, suatu ketika I Buda teman dekat saya sakit keras,
badannya kurus, sering muntah darah, berbagai dokter sudah berusaha
mengobatinya namun dia tidak bisa sembuh, Diagnosa beragam ada yang mengatakan
diabetes akut, ada yang mengatakan kena tumor, ada yang mengatakan sakit
ginjal, sakit jantung, sakit hati, semua tidak mengetahuhi apa sebenarnya penyakit
I Buda. Semenjak dia jadi pejabat, beraneka ragam keluar penyakitnya. Hingga ke
luar negeri mencari obat, tetapi tidak juga sembuh, yang sangat saya kasihani
itu ibunya. Baru saja ibunya senang memiliki anak pejabat sekarang malah sakit
menunggu mati. Hingga habis harta bendanya digunakan untuk berobat masih juga
tak kunjung sembuh. Ayahnya I Buda sudah lama meninggal.
I
Buda sebenarnya orang pintar, baik, dan tidak pernah curang. Tidak suka
berbohong, mungkin itu yang membuat dia disukai oleh orang-orang hingga dia
bisa menjadi pemimpin walaupun dia orang yang tidak mempunyai apa-apa. Saya
percaya I Buda bukannya punya sakit medis. Sudah lama I Buda menggunakan obat
resep dokter, tetapi tidak ada perubahan. Sakitnya pasti sakit gaib, mungkin
ada yang mengguna-guna dengan cara gaib. Tapi saya tidak berani mengatakan si
ini atau si itu. Yang namanya manusia pasti ada yang begini dan ada yang begitu
tidak ada yang sama pemikirannya. Banyak juga orang yang tidak suka dengan I
Buda karena saingan mereka. Banyak yang bilang jika sudah terjun ke dunia
politik harus benar-benar membawa diri. Walaupun saya bukan politisi, saya juga
tahu jika di politik, yang sekarang teman besok bisa jadi saingan. Yang
sekarang membanggakan besok bisa mencaci maki dan menjadi musuh. Begitu juga
kebalikannya, semua menghalalkan segala cara, hanya untuk mementingkan apa yang
utama bagi mereka. Semenjak I Buda sakit banyak orang pada berebut ingin
mengambil tempatnya. Begitu yang saya dengar di masyarakat.
Suatu
hari Saya menjenguk I Buda ke rumahnya, disana saya melihat ada I Karma, teman
dekat I Buda yang biasa di ajak bareng-bareng di tempat kerjanya. Dia keluar
dari pintu rumah I Buda mungkin habis menjenguk I Buda. Sesampainya saya disana
, ibu Buda mengajak saya ke kamar untuk melihat I Buda . Badannya kurus, lemas,
matanya merah. Semakin hari semakin keras saja penyakitnya I Buda, dan sekarang
dia tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Ibu I buda sangat sedih akan
penderitaan anaknya tersebut, dan ibu Buda menanyakan pendapat saya mengenai
pengobatan untuk I Buda, lalu saya ingat-ingat dulu ibu saya pernah bilang ada
jero mangku atau balian (orang pintar) yang bisa mengobati orang yang kena
cetik (guna-guna), dia tinggal di kaki gunung sering bersemedi meminta anugerah
dari Tuhan. Lalu saya ajak ibunya Buda kesana, membawa beras dan berbagai
sesajen, sesampai di sana saya menanyakan bagaimana cara menyembuhkan I Buda,
setelah di beritahu cara mengobati I Buda dengan jalan menebus atma (nyawa) ke
Pura Dalem dengan membawa beberapa sesajen, segera Saya dan Ibu Buda
cepat-cepat pulang kerumah, sesampainya di rumah Ibu Buda membuat sesajen di
bantu dengan keluarganya. Dan akhirnya sesajen tersebut jadi. Dan semua
teman-teman kerja IBuda saya ajak ikut sembahyang ke Pura Dalem demi kesehatan
I Buda. Di sana kami berdoa demi kesembuhan I Buda dan Jero Balian menghaturkan
sesajen.
di tengah acara tersebut tiba-tiba ada yang teriak mengatakan “Panas, Panas”, Semua melihat dan segera bangun ketempat orang teriak tersebut. Lalu segera saya bangun ketempat kerumunan tersebut dan penasaran dengan siapa yang sebenarnya menyakiti I Buda. Setelah saya lihat ternyata orang tersebut I Karma teman dekat I Buda yang sering di ajak bareng-bareng di tempat kerja.
di tengah acara tersebut tiba-tiba ada yang teriak mengatakan “Panas, Panas”, Semua melihat dan segera bangun ketempat orang teriak tersebut. Lalu segera saya bangun ketempat kerumunan tersebut dan penasaran dengan siapa yang sebenarnya menyakiti I Buda. Setelah saya lihat ternyata orang tersebut I Karma teman dekat I Buda yang sering di ajak bareng-bareng di tempat kerja.
2.1.2 Alur
Alur
atau Plot merupakan jalan cerita atau rangkaian peristiwa dari awal sampai
akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan
yang menunjukkan sebab-akibat). Ditinjau dari segi penceritaannya, alur dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) alur longgar, dan (2) alur sempit.
Alur longgar sering juga disebut alur sorot balik atau flash back. Alur
longgar yaitu jika hubungan antar peristiwa terjalin kurang erat dan jika ada
salah satu jalan cerita yang dihilangkan maka penghilangan jalan cerita
tersebut tidak akan mengganggu jalan cerita. Pengarang biasanya menggunakan
alur ini, untuk menceritakan keadaan masa lalu dari para tokohnya. Sedangkan
Alur sempit yaitu jalannya cerita atau jalinan peristiwa dari awal sampai akhir
dalam cerita yang berkesinambungan, tanpa menceritakan ataupun mengisahkan
kehidupan masa lalu para tokohnya.
Berdasarkan
pemaparan di atas dan setelah menyimak tentang isi cerpen yang dikaji, maka
penulis dapat mengetahui bahwa cerpen berjudul Cetik memakai alur
longgar atau flash back. Di awal ceritanya, pengarang menyampaikan kisah
lama dari tokoh utamanya. Namun setelah di pertengahan ceritanya, pengarang
menggunakan alur longgar untuk mengubah jalannya cerita ke kejadian yang
sebenarnya. Sehingga hal inilah yang menjadi kejutan dan daya tarik dari cerpen
Cetik ini.
Cerpen
ini dimulai kisahnya dengan seorang remaja yang bernama made bercerita memiliki
teman dekat yang bernama I Buda yang dulunya seorang yang tidak mempunyai
apa-apa namun kini menjadi seorang pejabat karena kepintaran dan kejujurannya,
namun karena jabatannya made kini sakit keras yang tidak tertahankan.
Setelah
menceritakan kisah I Buda mengenai penyakitnya lalu tokoh made dikisahkan pergi
kerumah I Buda menjenguk I Buda yang lagi sakit, di rumah Buda, made bertemu
dengan karma teman dekat I Buda serta bertemu dengan Ibu Buda. Di sana Made dan
Ibu Buda membicarakan cara untuk menyembuhkan I Buda sehingga made menyarankan
untuk menanyakan penyakit buda kepada orang pintar yang tinggal di kaki gunung.
Setelah menanyakan kepada orang pintar ternyata I Buda disarankan untuk
sembahyang ke Pura dalem dengan membawa sesajen. Akhirnya sesajen itu pun siap
dan I Buda di ajak sembahyang ke pura Dalem bersama teman-teman kerja I Buda.
Di tengah-tengah upacara teman buda berteriak, ternyata itu I Karma. Ternyata
selama ini I Karma yang telah menguna-guna I Buda sehingga dia sakit keras.
2.1.3 Insiden
Insiden
adalah suatu kejadian atau peristiwa yang terkandung dalam suatu cerita. Karena
dalam suatu cerita, yang penting bukanlah hasil akhirnya tetapi kejadian atau
peristiwa yang ada dalam peristiwa tersebut. Insiden terjadi karena adanya
gerakan dan tindakan dalam situasi dan juga karena adanya pelaku yang
bertindak. Insiden biasanya mengekspresikan tokoh-tokoh cerita yang berhubungan
erat dengan alam dan manusia. Insiden ini harus berkembang sambung menyambung
secara kausal, yang satu berhubungan dengan yang lainnya sampai cerita
berakhir.
Dalam
cerpen yang berjudul Cetik, terdapat beberapa insiden yang terkandung
dalam alur ceritanya. Adapun insiden tersebut adalah sebagai berikut:
Insiden pertama,
yaitu seorang yang bernama made menceritakan teman dekatnya yang bernama I Buda
yang sedang sakit keras semenjak jadi pejabat. Hal ini dapat di simak pada
kutipan di bawah ini:
Timpal leket tiangé, I Buda,
gelemné sampun ten dadi tulung. Awakné berag, sasai ngutahang getih.
Makudang-kudang dokter kadén sané sampun ngubadin, nanging ipun nénten
mrasidayang seger. Diagnosisné magenepan. Wénten sané ngorahang diabetes akut,
wénten sané ngorahang keni tumor, wénten sané ngorahang sakit ginjal, sakit
jantung, sakit ati. Makejang ten wénten sané uning napi sujatinné penyakitné I
Buda. Sasukatné ipun dadi pejabat, magenepan pesu penyakitné…
Terjemahan bebasnya :
Teman
dekat saya I Buda sakit sudah tidak bisa dibantu, badannya kurus, sering muntah
darah, berbagai dokter sudah berusaha mengobatinya namun dia tidak bisa sembuh,
Diagnosa beragam ada yang mengatakan diabetes akut, ada yang mengatakan kena
tumor, ada yang mengatakan sakit ginjal, sakit jantung, sakit hati, semua tidak
mengetahuhi apa sebenarnya penyakit I Buda. Semenjak dia jadi pejabat, beraneka
ragam keluar penyakitnya.
Insiden kedua,
yaitu made ke rumah I Buda disana dia bertemu dengan I Karma yang keluar dari
pintu rumah I Buda, disana juga made bertemu dengan Ibu Buda dan I Buda yang
sedang berbaring lemas di tempat tidurnya. Hal ini dapat di simak pada kutipan
di bawah ini:
Tiang nelokin I Buda di jumahné.
Ditu tingalin tiang I Karma, timpalné leket ané biasa ajaka gradag-grudug di
tongos megae, mesuan uli di jelanan umahné. Mirib mara suud nelokin I Buda.
Sasubanné tiang neked ditu, Mén Buda ngénggalang ngajakin tiang macelep ka
kamar, ningalin I Buda. Awakné berag, lemet, paningalanné barak. Sayan wai
sayan nyangetang dogén sakitné I Buda. Jani ia sing nyidayang bangun.
Terjemahan bebasnya :
Saya
menjenguk I Buda ke rumahnya, disana saya melihat I Karma, teman dekat I Buda
yang biasa di ajak bareng-bareng di tempat kerjanya. Dia keluar dari pintu
rumah I Buda mungkin habis menjenguk I Buda. Sesampainya saya disana , ibu Buda
mengajak saya ke kamar untuk melihat I Buda . Badannya kurus, lemas, matanya merah.
Semakin hari semakin keras saja penyakitnya I Buda, dan sekarang dia tidak bisa
bangun dari tempat tidurnya.
Insiden ketiga,
yaitu made bersama Ibu Buda berbincang-bincang mengenai penyakit I Buda, dan
kami memutuskan untuk menanyakan tentang penyakit I Buda dengan orang pintar
yang tinggal di kaki gunung. Hal ini dapat di simak pada kutipan di bawah ini:
“Dé, nglaut I Buda kakéné.
Kénkénang jani?” Mén Buda nakonin tiang.
“Béh, tiang ten nawang ampun, Mé,”
tiang masaut makitak-kituk.
“Dé, mémé ba leleh gati kemu mai.
Masih sing seger-seger pianak méméné totonan. Mirib né mula karman méméné,”
kéto panyambat Mén Buda sambilanga sigsigan.
Tiang nginget-ngingetang, i pidan
mémén tiangé taén ngorta, wénten jero mangku napi balian, tiang masih ten seken
nawang, koné bisa ngubadin anak kena cetik. Nongos di bongkol gunungé, sasai
masamadi nunas pica, nunas ica. Ajakin tiang Mén Buda mrika. Mabekel baas,
daksina, tipat kélan, canang, lan bayuan tiang sareng Mén Buda nakonang ring
baliané nika.
Matakén Mén Buda, “Jero, napi sané
ngranayang pianak titiangé sakadi asapunika?”
Jero balian nrawang. “Ne, ada ané
sing demen.”
“Sira?”
“Anak. Di tongosné magaé. Kéné
parisolahné.”
“Tebus atmané di Pura Dalem. Anggon
banten anu, anu, anu. Énggalang né nebus apang énggal ia seger. Yan sing kéto
pedas ia lakar ngalain.”
“Nggih Jero, matur suksma.”
Titiang sareng Mén Buda ngénggalang
mapamit.
Terjemahan Bebasnya :
“De,
lama sekali I Buda seperti ini, bagaimanain sekarang?” Ibu Buda bertanya kepada
saya
“aduh,
saya tidak tau bu” saya menjawab sambil geleng-geleng kepala
“De,
ibu sudah capek sekali kesana kemari, juga tidak kunjung sembuh anak ibu ini.
Mungkin ini sudah nasih ibu” jawab Ibu Busa sambil menangis tersedu-sedu.
Saya
ingat-ingat dulu ibu saya pernah bilang ada jero mangku atau balian, saya juga
tidak tahu persis. Katanya bisa mengobati orang yang kena cetik (guna-guna),
tinggal di kaki gunung seting bersemedi meminta anugerah dari Tuhan. Lalu saya
ajak ibunya Buda kesana, membawa beras dan berbagai sesajen lalu saya dan ibu
Buda bertanya kepada balian tersebut.
Ibu
Buda bertanya “Jero, apa yang membuat anak saya seperti itu?”
Jero
balian menerawang “ini ada yang tidak suka dengan dia”
“siapa?”
“teman
ditempatnya bekerja kena guna-gunanya”
Lalu
jero balian lanjut berkata
“tebus
nyawanya di Pura Dalem, dengan banten ini,ini, dan ini. Cepet di tebus agar dia
cepet sehat, jika tidak dia akan cepet meninggal.”
“baik
Jero, terimakasih”
Saya
dan Ibu Buda cepat-cepat pulang kerumah
Insiden keempat atau terakhir
yaitu pada saat sembahyang di Pura Dalem yang bertujuan demi kesembuhan I Buda
ada teman buda yang berteriak-teriak ternyata itu I Karma teman dekat I Buda.
Hal ini dapat di simak pada kutipan di bawah ini:
Jero Mangku sampun usan ngantebang
banten. Sané wénten ring pura ajak makejang ngaturang bakti.
”Inggih asepin tangané. Om….”
”Inggih asepin tangané. Om….”
Déréng suud pada mabakti saget
wénten ané jerit-jerit, ”Kebus! Kebus!”
Makejang matolihan tur ngénggalang
bangun. Tiang ané ngisiang I Buda ten nyidayang ningalin sira sané jerit-jerit.
Anak-anaké pada biur.
”Aduh! Aduh!” buin ia jerit-jerit.
”Mé, ajak malu I Buda, tiang lakar
ningalin sira ja nika.”
Tiang majujuk lan nylebseb di
selag-selagan anaké ané lénan makita ningalin.
”Mrikayang akidik, mrikayang
akidik,” kéto abet tiangé sahasa ngamaluang.
Sasampunné di malu, tiang makasiab. Tiang ningalin awak ané gedé, barak biing, mabulu, ten cara manusa. Makejang ten masuara. Ngob. Mara makipekan tiang buin makasiab. Karma?
Sasampunné di malu, tiang makasiab. Tiang ningalin awak ané gedé, barak biing, mabulu, ten cara manusa. Makejang ten masuara. Ngob. Mara makipekan tiang buin makasiab. Karma?
Terjemahan bebasnya :
Buda
dan Jero Balian menghaturkan sesajen.
di
tengah acara tersebut tiba-tiba ada yang teriak mengatakan “Panas, Panas”
Semua
melihat dan segera bangun ketempat orang teriak tersebut.
“aduh,
aduh” lagi dia teriak-teriak
Lalu
segera saya bangun ketempat kerumunan tersebut dan penasaran dengan siapa yang
sebenarnya menyakiti I Buda.
“permisi,
saya mau lewat” begitu kata saya seakan ingin cepat-cepat melihat.
Sesudah
dapat selah melihat lalu saya terkejut “Karma?”
Terkejut
saya melihat ternyata orang tersebut adalah karma teman dekat I Buda yang
sering di ajak bareng-bareng di tempat kerja.
2.1.4 Tokoh
Dalam
pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti
tokoh dan penokohan, Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam
suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Selain itu istilah Tokoh juga
merupakan para pelaku yang memegang peranan dalam suatu karya sastra. Dalam
Cerpen Cetik ini ada beberapa Tokoh yang terdapat di dalamnya antara lain :
·
Made (Tokoh utama yang menceritakan
Kisah I Buda)
·
I Buda (Tokoh Utama yang diceritakan
kisahnya)
·
Ibu Buda / Men Buda
·
I Karma
·
Jero Balian
2.1.5 Penokohan (Perwatakan)
Dalam
pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti
tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi
secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Penokohan ialah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Di dalam suatu karya sastra, pada umumnya penokohan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan
tokoh komplementer. Tokoh protagonis, yaitu tokoh utama dalam suatu karya
sastra. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang dominan diceritakan di dalam
suatu cerita. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menjadi lawan dari tokoh
protagonis. Tokoh komplementer, yaitu tokoh yang menjadi pendukung (pelengkap)
tokoh protagonis dan tokoh antagonis di dalam suatu karya sastra.
Di
dalam cerpen Cetik menggunakan 3 penokohan, yaitu tokoh protagonis,
Tokoh antagonis, dan tokoh komplementer.
Tokoh protagonisnya adalah I Buda, karena paling banyak diceritakan pada cerpen
Cetik. Tokoh antaginosnya adalah I
Karma karena tokoh ini yang menyakiti I Buda. Sedangkan tokoh komplementernya
adalah I Made, Ibu Buda dan Jero balian karena meraka hanya sebagai pelengkap
dalam cerita Cetik ini.
2.1.6 Latar (setting)
Sebuah
cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau
dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan
pada tempat tertentu. Latar dari suatu cerita atau karya sastra adalah tempat
secara umum dan waktu (massa) di mana saksi-saksi terjadi. Latar adalah
lingkungan, dan lingkungan terutama dalam lingkungan rumah tangga, dapat
merupakan menatomi atau metafora, pernyataan (perwujudan) dari watak. Latar
sebagai salah satu unsur yang penting dari struktur cerpen memperlihatkan suatu
hubungan yang kait berkait dengan unsur-unsur struktur lainnya. Tidak saja erat
hubungannya dengan penokohan, tetapi juga amat erat hubungannya dengan tema dan
amanat yang diungkapkan di dalam sebuah cerpen.
Unsur
latar (setting) dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai
berikut:
·
Latar Tempat
Latar
tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan
nama tertentu serta inisial tertentu.
·
Latar Waktu
Latar
waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa- peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
·
Latar Sosial
Latar
sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
Dalam
cerpen Cetik ini dapat di analisis
terdapet 3 latar tempat yaitu di rumah I Buda, di kaki Gunung tempat tinggal
Jero balian, dan di Pura Dalem. Seperti kutipan berikut :
Tiang nelokin I Buda di jumahné.
Ditu tingalin tiang I Karma, timpalné leket ané biasa ajaka gradag-grudug di
tongos megae, mesuan uli di jelanan umahné. Mirib mara suud nelokin I Buda.
Terjemahan Bebasnya:
Saya
menjenguk I Buda ke rumahnya, disana saya melihat I Karma, teman dekat I Buda
yang biasa di ajak bareng-bareng di tempat kerjanya. Dia keluar dari pintu
rumah I Buda mungkin habis menjenguk I Buda.
Dalam
kutipan di atas jelas adanya latar Rumah I Buda karena Made dan I Karma
menengok I Buda di rumahnya.
Tiang nginget-ngingetang, i pidan
mémén tiangé taén ngorta, wénten jero mangku napi balian, tiang masih ten seken
nawang, koné bisa ngubadin anak kena cetik. Nongos di bongkol gunungé, sasai
masamadi nunas pica, nunas ica.
Terjemahan Bebasnya:
Saya
ingat-ingat dulu ibu saya pernah bilang ada jero balian/orang pintar, saya juga
tidak tahu persis. Katanya bisa mengobati orang yang kena cetik (guna-guna),
tinggal di kaki gunung sering bersemedi meminta anugerah dari Tuhan.
Dalam
kutipan di atas jelas adanya Latar Kaki gunung yang merupakan rumah Jero Balian
dan juga sebagai tempat beliau beremedi.
Makejang timpal-timpal di tongosné
I Buda magaé ajakin tiang maturan ka pura dalem. Apang milu mabakti, nunasang
ring Ida Betara mangdané I Buda énggal seger.
Terjemahan Bebasnya:
semua
teman-teman kerja IBuda saya ajak ikut sembahyang ke Pura Dalem demi kesehatan
I Buda.
Dalam
kutipan di atas jelas adanya Latar tempat Pura Dalem yang gunakan untuk
sembahyang demi kesehatan I Buda.
2.1.7 Tema
Tema
adalah suatu pokok pikiran yang paling utama yang dibangun untuk membentuk ide
pokok, guna menunjukkan setiap karakter yang terliban serta memberikan arah
tujuan agar si pembaca dapat memahami isi dari karya sastra yang dibuatnya. Tema
di dalam sebuah karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh
pembaca. Pengarang hanya menyuguhkan kejadian dalam cerita yang saling
berhubungan, sehingga dapat memperjelas persoalan yang dikemukakan. Di dalam
sebuah karya sastra, ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan tema
yaitu : (1) Dengan melihat persoalan mana yang menonjol, (2) Secara kuantitatif
persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik. Konflik-konflik
melahirkan peristiwa-peristiwa, dan (3) Dengan menentukan atau menghitung waktu
penceritaan yaitu yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa
ataupun tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra.
Tema
dalam suatu karya sastra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (a) tema pokok,
dan (b) tema sampingan. Tema pokok, yaitu tema utama yang terkandung dalam
suatu karya sastra yang mengacu pada satu tema. Tema sampingan, yaitu tema
kecil yang berfungsi sebagai pendukung dari tema utama dalam karya sastra. Jadi
dalam cerpen Cetik hanya terdapat
Tema Pokok yang uraian dan kutipannya sebagai berikut:
·
Tema Pokok
Tema
pokok dalam cerpen Cetik adalah masalah dunia politik yang begitu keras.
Adapun yang menggambarkan masalah tentang kerasnya dunia politik dalam dunia
kerja, dapat dilihat pada kutipan berikut.
Adanné manusa, don
sénté don plindo; ada kéné ada kéto. Ten makejang patuh keneh ipuné. Liu masi
anaké ten demen tekén I Buda pamekas saingan ipuné. Anaké ngorahang yan suba
terjun ring politik mangdané dueg-dueg ngaba raga. Yadiastun tiang boya ja
politisi, tiang masih nawang yan ring politik, sané mangkin timpal, buin mani
bisa dadi saingan. Ané mangkin ngajumang, buin mani bisa misuh-misuh dadi
musuh. Sapunika taler tungkalikannyané. Samian menghalalkan segala cara.
Terjemahan
Bebasnya:
Yang
namanya manusia pasti ada yang begini dan ada yang begitu tidak ada yang sama
pemikirannya. Banyak juga orang yang tidak suka dengan I Buda karena saingan
mereka. Banyak yang bilang jika sudah terjun ke dunia politik harus benar-benar
membawa diri. Walaupun saya bukan politisi, saya juga tahu jika di politik,
yang sekarang teman besok bisa jadi saingan. Yang sekarang membanggakan besok
bisa mencaci maki dan menjadi musuh. Begitu juga kebalikannya, semua
menghalalkan segala cara, hanya untuk mementingkan apa yang utama bagi mereka.
2.1.8 Amanat
Amanat
merupakan pemecahan persoalan yang terkandung di dalam tema. Setiap karya
sastra mempunyai amanat, yang merupakan tujuan dari penulisan ceritanya. Hanya
saja terkandung tujuan tersebut tidak disadari, namun dia tetap ada, baik itu
secara eksplisit ataupun secara implisit. Bahkan ada juga amanat yang tidak
nampak sama sekali di dalam ceritanya. Amanat tersebut dapat berupa pengajaran
pendidikan, etika, adat istiadat, agama, sosial dan sebagainya sesuai dengan
luas dan sempitnya pengetahuan pengarang. Jadi, amanat yang disampaikan di
dalam cerpen Cetik adalah :
1. Kejujuran,
kebijaksanaan, tepat janji dan sifat-sifat baik yang di miliki oleh I Buda
patut di tiru yang membuat dia mampu menjadi pejabat di dunia politik dan di
percaya oleh pimpinannya untuk menjabat di dunia politik. Bukan hanya di dunia
kerja kita harus jujur tapi dalam kehidupan sehari-hari juga harus memiliki
kejujuran dan sifat-sifat baik yang di miliki oleh I Buda
2. Istilah
setiap orang berbeda-beda dalam cerpen tersebut sangat berharga. Karena dalam
kehidupan ini setiap sifat manusia tidak ada yang sama. Ada yang memiliki sifat
baik seperti I Buda dan ada yang memiliki sifat iri dengki yang termasuk
golongan sifat yang tidak baik yang di miliki oleh I Karma. Jadi dalam hidup
berusahalah jangan sampai Iri kepada teman ataupun orang lain apalagi Tega
menyakiti Teman. Karena perbuatan yang tidak baik atau kecurangan lama kelamaan
pasti akan ketahuan. Karena Tuhan Maha Tahu dan akan memberikan ganjarannya
bagi orang yang memiliki sifat Buruk apalagi tega menyakiti seseorang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
apa yang sudah diuraikan dalam Bab II, dapat disimpulkan bahwa cerpen berbahasa
bali yang berjudul Cetik merupakan
suatu cerita yang berisi suatu kehidupan social dan kehidupan kerasnya dunia
kerja dalam bidang politik. Dari segi strukturnya, cerpen yang berjudul Cetik
dibangun oleh unsur instrinsik yang meliputi : alur atau plot, insiden, tokoh,
penokohan (perwatakan), latar (setting), tema dan amanat. Semua unsur-unsur
tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa hubungan satu sama lainnya,
melainkan kesemuanya merupakan satu kesatuan yang utuh.
3.2 Saran
Analisis terhadap cerpen berbahasa bali yang berjudul Cetik ini merupakan sebuah analisis yang
masih jauh dari sempurna. Diharapkan ada analisis yang lebih sempurna dari
analisis ini. Semoga apa yang terkandung dalam analisis ini dapat bermanfaat
untuk pembaca umum.
Daftar Pustaka
Subardjo,
Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan.
Bandung : Penerbit Alumni
Suwija,
I Nyoman. 2008. Kamus Anggah-Ungguhing
Basa Bali. Denpasar : Penerbit Pelawa Sari
Diakses Januari 2013, http://imadesudiana.wordpress.com/2008/10/05/cetik-putu-dessy-savitri-dewi/
Temanya apa? 😑
ReplyDelete