BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman
kebudayaan daerah merupakan aset kebudayaan nasional, karena kebudayaan
nasional adalah perpaduan dari sari-sarinya kebudayaan daerah. Masing-masing
daerah tentu mempunyai kebudayaan yang bermutu tinggi. Seperti halnya Bali
memiliki berbagai macam seni, seperti seni musik, seni suara, seni tari, seni
pahat, seni lukis. Kesenian Bali sudah terkenal sampai ke mancanegara. Musik
tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah
lainnya di indonesia. Untuk seni suara terdapat dua jenis yaitu seni kerawitan
dan seni tembang. Di Bali juga mengenal istilah Dharmagita yang merupakan
nyanyian suci umat Hindu karena di Bali mayoritas penduduknya beragama Hindu. Dharma Gita juga merupakan salah
satu media kesenian yang sangat menunjang pemahaman ajaran agama khususnya
agama Hindu serta sebagai usaha meningkatkan kesucian rohani dan sebagai media
kesenian. Maka dalam kesempatan ini penulis akan menyajikan paper mengenai
dharmagita beserta contoh-contoh dari pupuh yang merupakan bagian dari
Dharmagita.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari
uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam
paper ini yaitu :
1. Apa
Pengertian Dharmagita?
2. Apa
manfaat dan tujuan dari dharmagita?
3. Apa
saja Jenis-jenis dharmagita?
4. Contoh
pupuh yang di gemari?
3.1 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian
Dharmagita beserta jenis-jenisnya.
2.
Untuk menambah wawasan mahasiswa agar
dapat lebih memahami Dharmagita
3.
Untuk
mengembangkan minat mahasiswa pendidikan bahasa daerah untuk mengenali
lebih jauh mengenai Dharmagita yang akan
digunakan sebagai bekal dalam mengajar dan dalam masyarakat.
1.4
Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam makalah ini adalah:
1. Agar
dapat meningkatkan pengetahuan mahasiaswa dalam materi Dharmagita
2. Agar
dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai Dharmagita
3. Agar
dapat memotivasi mahasiswa dalam memahami dharmagita untuk diterapkan di
masyarakat.
1.5
Ruang Lingkup
Ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam makalah ini
adalah mengenai pengertian, jenis-jenis darmagita serta contoh pupuh yang saya
gemari.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Dharmagita
Mengenai sejarah tembang Bali masih sulit untuk ditafsirkan.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan lisan (oral tradisional), suatu secara
belajar dari mulut ke mulut. Pada saat ini masih ada tembang yang dinotasi
didalam lontar, tetapi belum
cukup untuk mengungkapkan kapan tembang itu lahir di Bali. Dalam perkembanganya
di Bali, sastra tembang disebut juga Dharmagita.
Dharmagita berasal dari bahasa Sansakerta dan terdiri dari dua kata yakni
Dharma dan Gita. Dharma artinya kebenaran/kebaikan, kewajiban, hukum, aturan.
Sedangkan Gita artinya nyanyian/lagu. Jadi Dharmagita adalah nyanyian
atau kidung suci keagamaan yang merupakan salah satu bagian dari sad dharma sebagai kewajiban dalam pelestarian seni budaya Hindu. Dharma Gita juga diartikan sebagai suatu
seni keagamaan yang menggunakan media suara atau vocal dalam agama Hindu. Di
dalamnya terdapat syair-syair yang sudah di ringkas sedemikia rupa dan penuh
dengan ajaran keagamaan, kemudian dilantunkan dengan suara yang amat mempesona. Dharmagita sangat berperan dalam kegiatan
upacara agama sebagai pencurahan perasaan bakti dan pembimbing pikiran menuju
suatu kebenaran. Hal ini dikarenakan Dharmagita
mengandung ajaran agama, susila, tuntunan hidup, dan pelukisan kebesaran Tuhan
dalam berbagai manifestasiNya.
Dharma Gita merupakan bagian dari Panca Gita yang dibunyikan
pada saat pelaksanaan yajna. Panca Gita adalah lima jenis suara atau bunyi yang
mengiringi atau menunjang pelaksanaan yajna. Panca gita terdiri dari:
a. Getaran Mantram
b. Suara Genta
c. Suara Kidung
d. Suara Gamelan
e. Suara Kentongan (Kulkul).
Kelima
suara panca gita memberikan vibrasi keheninga, kesucian spiritual
serta menumbuhkan imajinasi, kreativitas serta sebagai maha karya
adhiluhung
2.2
Manfaat dan Tujuan Dharma Gita
Dharma
Gita sebagai media untuk menyampaikan dan memperdalam keyakinan beragama sangat
efektif. Oleh karena itu penyampaian materi ajaran dijalin demikian rupa dalam
bentuk lagu/irama yang indah dan menawan, mempesona pembaca dan pendengarnya.
Usaha untuk melestarikan, mengembangkan dharma gita bertujuan untuk tetap
menjaga dan memelihara warisan budaya tradisional yang diabadikan kepada
keagamaan. Disamping itu melalui dharma gita diharapkan akan mampu memberikan
sentuhan rasa kesucian kekhidmatan serta kekhusukan dalam pelaksanaan kegiatan
keagamaan.
Melalui Dharma Gita seseorang dapat :
·
Menghayati
ajaran agama secara mendalam sehingga perasaan, pikiran, dan budhinya menjadi
halus.
·
Lagu-lagu keagamaan yang dinyayikan
dalam Dharma Gita dapat menggetarkan alam rasa dan meningkatkan Sradha Bakti
kepada Sang Hyang Widhi Wasa
serta prabhava-Nya
·
Mengendalikan diri dari pengaruh Adharma.
·
Melestarikan
Budaya
·
Sebagai
penunjang pelaksanaan yadnya.
·
Sebagai alat komunikasi,
yaitu Komunikasi spiritual. Bagi
seorang Bhakta untuk lebih
mendekatkan dirinya kepada Brahman dapat dilakukan dengan menggunakan “Kirtana” yaitu melagukan/menyanyikan lagu – lagu Ketuhanan secara terus
menerus.
2.3 Jenis-Jenis Dharma Gita
Jenis Dharmagita
terdiri atas enam jenis, yaitu (1) sloka dan sruti,
(2) palawakya, (3) sekar agung, (4) sekar madia, (5) sekar alit, dan (5) sekar rare.
1.
Sloka dan Sruti
Dalam
tradisi Bali, umumnya sloka
dibedakan dengan sruti. Sloka biasanya terdiri atas empat
baris dalam satu padartha,
dengan suku kata yang sama pada tiap barisanya sruti mempunyai jumlah baris dan jumlah suku kata yang tidak
sama pada satu padartha.
Contoh
Sloka:
Yo yo yām
yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya
tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham
(Bhagawadgita, 7:21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,Aku perlakukan mereka sama dan Ku-berikan
berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap
2.
Palawakya
Jenis teks palawakya
menggunakan bahasa Jawa Kuna dan berbentuk prosa. Dalam melagukan palawakya sangat bergantung pada tabuh basa atau intonasi dan
onek-onekan, yaitu pengejaan dan pemenggalan kata-kata.
Contoh
Palawakya :
“ikang
dharma ngaranya
Henuning
mara ring swarga ika
Kadi gatning
prahu
An henuning
banyagan entasing tasik”
Artinya :
Adapun yang disebut agama itu (Dharma itu) adalah jalan untuk
Mencapai surgalah itu
Sebagai ibarat perahu
Adalah merupakan alat dari pedagang (bendega)
Untuk menyebrangi lautan
(Saramuscaya,
14)
3. Sekar Agung / kakawin
Sekar agung disebut juga kakawin. Kakawin adalah sebuah bentuk syair dalam bahasa Jawa Kuna dengan metrum yang berasal dari India. Dalam kakawin dikenal
wirama. Tiap-tiap wirama dibentuk berdasarkan Wrtta Manta, Wrtta artinya banyak suku kata dalam setiap
kalimat. Empat kalimat menjadi satu wirama. Ada juga tiga kalimat menjadi satu
wirama, hal ini disebut dengan Rahi Tiga (
Utgata, Wisama ).
Sedangkan Matra artinya kedudukan guru laghu dalam setiap kalimat. Kedudukan guru
laghu berbeda-beda dalam satu kalimat, walaupun jumlah suku katanya sama
menyebabkan berbeda pada nama wiramanya. Adapun Guru dalam kekawin merupakan suara berat atau suku kata panjang
(dilagukan panjang/berat). Sedangkan Laghu
adalah suara ringan atau pendek.
Contoh
Wirama yang
termasuk Sekar Agung, seperti :
a.
Wirama Mrdhu
Komala
Wyapi-wyapaka
sarining parama tatwadurlabhaa kita icantang hanatan hana, gunalalit lawan ala
layu, Utpatti sthiti linaning dadi kita ta karanika sang sangkan, Parananing
Sarat niskalamat kita.
b.
Wirama Girisa
Lalaulara nira
Nasa sambat putranira pejah, Lakibi sire samungken ring putra luru lingsa,
Ginamelira ginanti kang layuan lagi ginugah, Inu tusira masabda kapwajara bibi
haji.
4.
Sekar Madia
Pada prinsipnya sekar
madia/kidung juga diikat oleh jumlah suku kata dan bunyi akhir (rima),
tetapi dalam sistem penulisan kidung kerapkali tidak menggunakan tanda batas
larik (baris) yang biasanya ditandai dengan tanda carik tunggal seperti pada kakawin maupun Geguritan.
Sekar Madia mempergunakan
bahasa Jawa Tengahan atau bahasa yang dipergunakan di dalam lontar-lontar cerita Panji dan Malat. Di Bali sekar
madia atau kidung ini
kerap digunakan sebagai pengiring ritual agama Hindu. Berikut ini
adalah beberapa contoh uraian Sekar Madya :
a. Kawitan Wargasari
Purwa kaning angripta rum, ning wana
ukir, kahadang labuh, kartika panedenging sari, angayon tangguli ketur,
angring-ring jangga mure.
b. Kawitan Kidung Tantri
Wuwusane Sri Bhupati, ring pataaaali Na
Gantun, subaga wirya sisiwi, kajrihing sang para ratu, satwa ning jambu
warsadi, prasama tur kembang taon.
c. Kawitan Warga Sari
Ida ratu sakeng luhur, kawulane nunas
lugrane, mangda sampun titiang tandruh, menghayati Bhataramangkin,
ngaturang pejati canang suci lan daksina, sampun puput, pratingkahi saji. Asap
menyan majagahu, cendana nuhur Dewana, mangda ida gelis turun, mijil saking
luhuring langit sampun madabdabang sami, maringgiri menu reko, ancangan
sadulur, sami paada ngiring.
5. Sekar Alit / Pupuh
Sekar Alit adalah nyanyian yang berupa Pupuh.
Karena itu sekar alit disebut juga Pupuh. Pupuh merupakan bentuk puisi
tradisional yang memiliki jumlah suku kata dan irama tertentu di setiap barisnya. Terdapat 10 jenis
pupuh, masing-masing memiliki sifat tersendiri dan digunakan untuk tema cerita
yang berbeda. Pupuh macapat sebenarnya banyak, tetapi yang umum
dan diajarkan di sekolah hanya sepuluh jenis yaitu: Pupuh Dangdang Gula, Pupuh
Mijil, Pupuh Pucung, Pupuh Ginada, Pupuh Ginanti, Pupuh
Semarandana, Pupuh Sinom,
Pupuh Durma, Pupuh Pangkur,
dan Pupuh Maskumambang. Adapun sifat,
watak, dan fungsi Pupuh (macepat)
sebagai berikut :
1.
Pupuh Mijil, wataknya
melahirkan perasaan. Sepatutnya untuk menguraikan nasehat, tetapi dapat juga
digubah untuk orang yang mabuk asmara.
2.
Pupuh Pucung, wataknya kendor, tanpa perasaan yang memuncak.
Sepatutnya untuk cerita yang seenaknya tanpa kesungguhan.
3.
Pupuh Maskumambang, wataknya
nelangsa, sedih/ merana. Sepatutnya untuk melahirkan perasaan sedih, hati yang
merana atau menangis.
4.
Pupuh
Ginada, melukiskan kesedihan, merana atau kecewa.
5.
Pupuh
Ginanti senang, kasih cinta. Sepatutnya untuk menguraikan
ajaran, filsafat, cerita yang bersuara asmara, keadaan mabuk cinta.
6.
Pupuh
Semarandana wataknya memikat hati, sedih, kesedihan karena asmara.
Sepatutnya untuk menceritakan cerita asmara.
7.
Pupuh Sinom, wataknya ramah
tamah, meresap sedap. Patutnya untuk menyampaikan amanat, nasehat, atau
bercakap-cakap secara bersahabat.
8.
Pupuh Durma, wataknya
keras, bengis, marah, atau untuk cerita perang, saling menantang, dan
sebagainya.
9.
Pupuh
Pangkur, wataknya perasaan hati memuncak. Sepatutnya untuk cerita
yang mengandung maksud kesungguhan. Jika nasehat yang bersungguh-sungguh, jika
mabuk asmara yang sampai puncaknya.
10.
Pupuh
Dangdang gula, wataknya halus, lemas, umumnya melahirkan suatu ajaran,
berkasih kasihan, juga untuk penutup suatu karangan
Selain
memiliki sifat dan watak Pupuh juga
memiliki hukum, kaidah sebagai suatu ketentuan yang disebut dengan uger-uger.
Adapun uger-uger tembang
macepat atau Pupuh yaitu :
1.
Hukum
padalingsa yaitu banyaknya
baris dalam satu bait Pupuh,
2.
Hukum
guru wilang yaitu banyaknya
suku kata dalam satu baris,
3.
Hukum
guru ding-dong yaitu huruf
vocal atau huruf hidup pada akhir suku kata tiap-tiap baris dalam satu bait Pupuh
Untuk lebih jelas mengenai padalingsa Pupuh yang merupakan uger-uger yang harus ada dalam pupuh
dapat dilihat pada tabel
skema iktisar jenis Pupuh dan padalingsanya masing-masing sebagai
berikut.
No
|
Nama
Pupuh
|
Banyak
baris
|
Padalingsa
|
Baris
ke
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
1
|
Pucung
|
6
|
4u
|
8u
|
6a
|
8i
|
4u
|
8a
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Mijil
|
7
|
4u
|
6i
|
6o
|
10e
|
10i
|
6i
|
6u
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Maskumambang
|
4
|
12i
|
6a
|
8i
|
8a
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Pangkur
|
7
|
8a
|
11i
|
8u
|
7a
|
12u
|
8a
|
8i
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Ginada
|
7
|
8a
|
8i
|
8a
|
8u
|
8a
|
4i
|
8a
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6
|
Ginanti
|
6
|
8u
|
8i
|
8a
|
8i
|
8a
|
8i
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
7
|
Sinom
|
10
|
8a
|
8i
|
8i
|
8i
|
8u
|
8a
|
8i
|
4u
|
8a
|
-
|
-
|
-
|
8
|
Dangdang
|
12
|
10i
|
4a
|
6a
|
8e
|
8u
|
8i
|
8a
|
8u
|
8a
|
4a
|
8i
|
8a
|
9
|
Semarandana
|
7
|
8i
|
8a
|
8e
|
8a
|
8a
|
8u
|
8a
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
10
|
Durma
|
7
|
12a
|
7i
|
6a
|
7a
|
8i
|
5a
|
7i
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6. Sekar
Rare (gegendingan)
Sekar Rare (gegendingan) tidak memakai uger-uger, menggunakan kata-kata
bahasa Bali lumrah. Sekar Rare
(gegendingan) itu dipakai oleh anak-anak pada saat bermain pada bulan
purnama. Yang termasuk kelompok Sekar
Rare (gegendingan) yaitu: (1) Gegendingan
(dolanan), antara lain: guak
maling taluh, juru pencar,
galang bulan, Putri cening ayu
dan lain sebagainya; (2) Jejangeran
antara lain: Embok Nyoman, Don Dapdap, dan yang lainnya; (3) Gending Sangiang antara lain: Kukus Arum, Sangiang Dedari, dan yang lainnya.
Contoh Sekar Rare :
Putri Cening Ayu
Cening putri ayu
Ngijeng cening jumah
Meme luas malu
Ke peken meblanja
Apang ada darang nasi
Meme tiang ngiring
Ngijeng tiang jumah
Sambilang mepunpun
Ajak titiang dadua
Di mulih
ne dong gapgapin
4.1
Contoh Pupuh yang di gemari
PUPUH PUCUNG
Anak
sigug 4u
anak
corah kalud ngagu 8u
bareng
ka sayangan 6a
kasaratang
katulungin 8i
antuk
tutur 4u
kati
dados anak wikan 8a
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dharmagita merupakan nyanyian atau kidung suci keagamaan yang merupakan salah satu bagian
dari sad dharma sebagai kewajiban dalam pelestarian seni budaya Hindu. Dharma gita terdiri
atas enam jenis, yaitu (1) sloka
dan sruti, (2) palawakya, (3) sekar agung, (4) sekar madia, (5) sekar alit, dan (5) sekar rare.Dharma gita memiliki manfaat yang sangat berguna bagi kehidupan
manusia untuk mengendalikan diri dari pengaruh adharma serta dharma gita juga
bermanfaat untuk melestarikan budaya, Jadi peran Dharma gita sangat bermanfaat
bagi kehidupan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.